Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengatakan, dengan absennya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dari kursi Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ibu Kota semakin kacau dan mundur keadaannya.
"Contoh kecilnya, sesuatu yang pernah ditertibkan, dirapikan oleh Pak Ahok, seperti mengembalikan hak pejalan kaki. Sekarang sudah nggak ada lagi yang melakukan enforcement (pengawasan)," kata mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang akrab dipanggil Toni pada Liputan6.com saat tur Jakarta Tanpa Ahok, Minggu (22/1/2017).
Menurut dia, Jakarta kembali semrawut sejak Ahok cuti jadi Gubernur DKI. Ia mengambil contoh di Pasar Tanah Abang. Toni mengaku dapat laporan dari timnya bahwa Satpol PP dan petugas yang harusnya menertibkan keadaan malah tak bekerja dengan baik.
"Pernah tim kami turun dan mewawancarai petugas, mereka bilang mumpung Pak Ahok cuti, liburan dulu. Ini tandanya kultur belum terbentuk. Ini kan karena Pak Ahok memaksa untuk bekerja yang lebih baik. Ini kan belum terinternalisasi dengan kuat," kata Toni.
BACA JUGA :
Dengan sikap arogan Ahok dan ancaman langsung pecat bagi pegawai dan petugas yang bersantai-santai, menurut Toni dengan begitulah Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok mampu dikendalikan. Namun, sesaat saja Ahok meninggalkan posisi gubernur, semua kembali ke keadaan kacau.
"Ini hanya bentuk fisik, hanya kasat mata, tapi jauh dari itu, Jakarta butuh orang dengan leadership yang kuat, sesaat saja Pak Ahok cuti, Jakarta kembali ke masa-masa kelamnya," lanjut Toni.
Pembangunan yang dilakukan Ahok, kata Toni, bukan saja membangun secara fisik. Ia membangun kepribadian pegawai pemerintah yang benar-benar menjadi pelayan bagi rakyat.
"Bayangkan jika Pak Ahok tak lagi jadi Gubernur, saya yakin rakyat Jakarta hidup lebih susah, ruwet, bikin KTP dicaloin. Ibu-ibu nggak dapat KJP, harus pinjem uang ke penggadaian. Ini konsekuensi kalau Pak Ahok nggak ada," ucap Toni.